Kisah Penulis Pidato Presiden SBY: "Saya Prihatin" Bukan Tulisan Saya

Hari Selasa kemarin tanggal 11 November 2012, saya berkesempatan mengikuti workshop penulisan yang diselenggarakan instansi saya. Workshop tersebut menghadirkan narasumber dari Kompas, Bank Mandiri, dan Sekretariat Negara (Setneg). Semua narasumber memberikan penjelasan yang bagus namun narasumber terakhir dari Setneg memberikan kisah yang menarik bagi saya. Beliau adalah Dadan Wildan yang merupakan ketua tim pembuat pidato presiden RI saat ini. Jabatannya saat ini adalah staf ahli menteri dan sekaligus guru besar sastra salah satu PT di negeri ini. Dalam workshop tersebut, Pak Dadan menjelaskan "cara kerjanya" selama ini dalam membuat pidato presiden yang biasanya dapat kita ikuti di TV.  Beliau selalu merombak draft tulisan yang diserahkan unit teknis dan mengganti kalimatnya dengan kalimat yang mudah dimengerti masyarakat luas. 
"Pidato Presiden haruslah dimengerti semua lapisan masyarakat mulai dari tukang becak hingga yang berpendidikan tinggi" begitu menurut pak Dadan. Untuk itu maka beliau merasa wajib untuk mengubah kalimat yang dirasa terlalu "tinggi" dan teknis misalnya draft awal tulisan menteri keuangan untuk pidato Presiden tentang RAPBN yang dianggapnya menggunakan kalimat yang hanya dimengerti "dewa" maka beliau ubah agar lebih simpel (tanpa mengubah substansi isi) sehingga bukan hanya lulusan sarjana ekonomi saja yang memahami pidato tersebut.

Tugas pak Dadan menyusun naskah pidato SBY dibantu oleh anggota tim penyusun lainnya, salah satunya adalah wakil presiden Budiyono. Untuk pidato terkait urusan ekonomi maka pak Budiyono yang bertugas mengkoreksi isi naskah, meskipun untuk urusan tata bahasa adalah urusan pak Dadan. Pak Dadan menjelaskan bahwa naskah pidato itu harus dibuat untuk memudahkan pembaca pidato membacanya. Oleh karenanya beliau sangat memperhatikan tanda baca baik koma maupun titik. Satu kalimat tidak boleh lebih dari 20 kata, dan dalam kalimat tersebut sebisa mungkin dipenggal-penggal menjadi bagian yang kecil dengan tanda koma. Namun demikian suatu hari beliau pernah ditegur oleh Presiden melalui atasannya karena kalimatnya terlalu banyak tanda komanya.

Menyusun pidato presiden telah dilakukan pak Dadan sejak lama, sekitar 8 tahun, dan hingga saat ini belum ada yang menggantikannya. Pak Dadan mengisahkan bagaimana ketika malam-malam ditelpon oleh ajudan presiden untuk menanyakan naskah pidato yang akan dibaca presiden pada pagi harinya. Ajudan menjelaskan bahwa presiden belum bisa tidur kalau naskah tersebut belum ada. Maka malam itu juga beliau menyelesaikan naskah pidato untuk SBY. Saat itu sebenarnya beliau mengira kalau SBY tidak butuh naskah pidato karena acaranya merupakan acara TNI tempat dimana SBY dahulu berkarir sehingga dianggap SBY sudah familiar dan tidak perlu naskah pidato. Namun presiden ternyata tetap memerlukan naskah pidato sehingga mulai saat itu tanpa diminta pun beliau menyusunkan kosep naskah pidato untuk presiden.

Pidato SBY yang sering kita dengarkan dan saksikan di TV banyak menggunakan kalimat yang santai namun lugas. Hal tersebut merupakan buah usaha dari pak Dadan Wildan dan anggota timnya agar pidato yang disampaikan enak didengar oleh semua lapisan masyarakat. Namun demikian beliau mengakui bahwa kata-kata yang sering diucapkan SBY dalam pidatonya: "Saya Prihatin" bukanlah merupakan hasil tulisannya. Kata-kata itu semata-mata merupakan ucapan SBY sendiri dan tidak terdapat dalam naskah pidato yang ditulisnya. Menurut pak Dadan "saya prihatin" mungkin merupakan refleksi pribadi SBY yang santun dan sering keluar karena ucapan spontan SBY. Saking seringnya SBY mengucapkan kata Saya Prihatin sampai-sampai ketika pak Dadan menulis satu kata prihatin dalam naskah pidato ia ditegur oleh Deny Indrayana. Deny menyuruh untuk menghilangkan kata prihatin agar tidak menjadi bahan omongan masyarakat yang menganggap SBY terlalu banyak bilang prihatin. Akhirnya kata prihatin tersebut beliau coret dari naskah pidato.
Kata prihatin saat ini sudah menjadi trademark dari SBY. Suatu saat, lanjut beliau sambil tersenyum, kalau presiden kita Rhoma Irama mungkin akan sering kita dengar kata "Terlaluh" dalam pidato kepresidenan.

"Pidato Presiden haruslah dimengerti semua lapisan masyarakat mulai dari tukang becak hingga yang berpendidikan tinggi"

Komentar

Posting Komentar

Komen ya! makasih kakak

Postingan populer dari blog ini

Download Option File PES 2011-PSP (Recommended)!

Cara Klaim Asuransi Mobil

PSP Go 6.35 Hacked!