Kasus Prita, Siapa yang Salah?

Kasus Prita Mulyasari sebenarnya sudah mencuat di media beberapa hari yang lalu, tapi hingga kini masih belum ada penyelesaiannya. Saat tulisan ini dibuat, sidang lanjutan gugatan RS Omni Internasional masih belum mencapai vonis hakim. Prita sendiri berencana menggugat balik RS Omni Internasional karena merasa dirugikan.


Seperti yang telah diketahui masyarakat luas, kasus Prita bermula ketika ia membuat dan mengirimkan email kepada sepuluh temannya yang berisi keluhan pada pelayanan RS Omni Internasional. Isi email dianggap melecehkan pihak rumah sakit sehingga langsung dilakukan gugatan pada si pembuat email tersebut atas dugaan pencemaran nama baik. Saya di sini tidak bermaksud untuk membedah masalah Prita secara mendetail, namun hanya ingin mengetahui siapa sih sebenarnya yang bersalah dalam kasus ini? Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu kita perlu mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa menggemparkan ini. Mereka adalah Prita sebagai pihak yang membuat email, Sepuluh Teman Prita yang menerima email dan menyebarkannya ke media publik, dan RS Omni Internasional sebagai pihak yang disebutkan dalam email. Dilihat dari sudut pandang Prita, tentunya mengeluhkan masalah pada teman (curhat) bukan masalah yang perlu dipusingkan. Namun, ada baiknya jika dalam curhat tersebut tidak terlalu vulgar mengungkapkan identitas pihak yang dipermasalahkan apalagi itu adalah nama personal. Mungkin cukup dengan inisial saja sebab kemungkinan teman-temannya akan tahu dengan sendirinya jika suatu saat mereka mengunjungi RS Omni Internasional. Dari segi etik atau kesopanan pun terlihat kurang baik. Menurut sisi agama Islam mungkin bisa dikategorikan sebagai ghibah karena menyangkut kejelekan seseorang/pihak tertentu. Dalam sebuah hadist Rasululloh SAW pernah dijelaskan bahwa bila kita menceritakan keburukan seseorang, jika hal itu benar maka itu adalah ghibah, sementara jika itu salah maka disebut fitnah, wallohu a'lam bishowab.


Sudut pandang kedua adalah dari teman-teman Prita yang menerima email. Ada kemungkinan email itu di-forward/diteruskan lagi pada orang lain atau dibahas di forum mailist. Mungkin teman Prita yang membahas di forum bermaksud memberitahukan pada rekan-rekan mailist lain agar hati-hati dengan pihak yang disebutkan dalam email. Tujuan itu baik tapi seharusnya meminta ijin terlebih dahulu pada si pembuat email, karena yang bertanggung jawab atas email itu adalah Prita. Gara-gara email itu telah menyebarluas maka masalah pun muncul dan menjadi besar.


Sudut pandang terakhir adalah dari pihak RS Omni Internasional. Pihak rumah sakit merasa dirugikan dengan tulisan email Prita yang telah menyebarluas. Pihak ini juga dianggap telah menipu Prita melalui pelayanan medisnya. Sudah sewajarnya jika pihak rumah sakit marah atas email itu, kita pun jika keburukan kita ditulis/diomongkan oleh orang lain akan merasa jengkel, meski omongan itu mungkin benar. Marah boleh tapi jika langsung menggugat tanpa melakukan verifikasi atau usaha untuk menyelesaikan secara baik-baik dengan Prita, maka itu sudah merupakan sikap arogan. Sok berkuasa dan kuat karena memiliki modal/sumber daya yang cukup bukanlah hal yang terpuji. Pihak rumah sakit seharusnya menunjukkan kebesaran nama Internasional yang disandangnya, bukan malah bersikap sok kuasa. Bila sudah begini, kita bisa lihat jika masalah kecil ini akhirnya menjadi besar dan berbalik merugikan pihak rumah sakit itu sendiri. Masyarakat mengecam RS Omni Internasional, yang lebih parah, DPR merekomendasikan untuk mencabut ijin rumah sakit. Bila rekomendasi itu ditanggapi, tamatlah sudah riwayat rumah sakit tersebut.


Dari pembahasan dan berbagai argumen saya di atas, maka disarankan untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan karena kita tidak tahu bahwa apa yang kita anggap sepele ternyata bagi orang lain adalah penting. Perlu juga selalu berusaha untuk bersikap bijak menyikapi pandangan buruk yang dialamatkan pada kita. Kita sebaiknya melakukan introspeksi diri terlebih dahulu, jika memang tidak benar silakan marah. Ada sebuah kisah yang kebetulan terjadi pada bapak saya. Beliau adalah seorang hakim pengadilan negeri. Disuatu persidangan ada seseorang yang kalah. Orang itu mengirim surat di sebuah koran daerah dan menjelek-jelekkan bapak saya. Isi surat tersebut behkan cenderung bersifat fitnah. Apa yang lantas beliau lakukan? Beliau tidak menggugat orang yang telah memfitnahnya meski sebetulnya hal itu bisa dilakukan. Beliau hanya memberikan tanggapan/balasan atas surat itu di koran itu juga. Masalah tidak membesar seperti apa yang terjadi pada kasus Prita. Jadi, siapakah sebenarnya pihak yang bersalah dalam kasus Prita? Anda dapat memilih jawabannya sendiri.


(copyright@ve08.blogspot.com, "Kasus Prita, Siapa yang Bersalah?")

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Klaim Asuransi Mobil

Download Option File PES 2011-PSP (Recommended)!

Cara Setting Email Kemenkeu 2024 (Office 365)