Gagal itu Sakit, Tau!

Banyak orang yang mencoba mengartikan kata gagal menjadi sebuah makna yang tidak lagi menakutkan. Ada yang bilang gagal itu hanya masalah cara pandang kita, ada yang bilang gagal itu pupuk keberhasilan, dan macam-macam lain penyebutannya. Namun satu hal yang pasti bahwa gagal itu sungguh sangat menyakitkan, tidak ada orang yang menganggap gagal itu sebagai kesenangan, kalaupun ada mungkin dia sudah termasuk kategori orang gila yang tertawa-tawa sendiri menyikapi kegagalannya. Gagal itu bentuknya bermacam-macam, bisa gagal mendapat pekerjaan, gagal kuliah, gagal mendapat nilai bagus, gagal dalam percintaan, sampai gagal ginjal. Semuanya adalah musibah yang seharusnya kita sikapi dengan sabar. Tapi susahnya minta tabok untuk bersabar di saat kita memang dalam kondisi yang seperti itu, sumpah saya tidak bohong!
Saya sendiri hingga umur segini sudah sering gagal dan pasti akan mengalami kegagalan lagi di masa depan. Namanya juga manusia tidak ada yang sempurna sehingga tidak ada yang bisa menghindari yang namanya kegagalan. Kegagalan yang saya alami bervariasi dari yang sifatnya remeh hingga yang stadium tinggi yang bisa mengubah pola pikir saya sebelumnya. Beberapa kegagalan itu saya ceritakan di sini untuk bersama-sama menertawakan kegagalan, kegagalan yang mungkin akan selalu saya ingat-ingat hingga mati. Manusia memang hanya bisa berusaha tapi segalanya ditentukan Alloh Sang Raja Manusia.
Dahulu kala sewaktu duduk dibangku SMA saya ingin sekali menjadi seorang dokter. Saya mengagumi karakter dokter yang dingin tapi ramah, berwibawa, serta pintar. Dingin saat melihat darah atau penyakit pasien, ramah menyapa pasien, serta tentunya pintar mendiagnosis penyakit dan menemukan obat yang tepat. Saya ingin mendapat julukan The Doctor. Tapi cita-cita ini terkendala oleh kemampuan saya yang rendah ataupun karena tidak didukung dana yang cukup. Usaha pertama saya untuk menjadi dokter adalah lewat jalur PMDK. Saya melamar ke FK Unsoed berbekal nilai raport pas-pasan. Nekat sekali waktu itu, bahasa kasarnya; ga tau diri. Gara-gara ikut PMDK saya pernah memprotes guru. Ceritanya, guru fisika tersebut memberikan nilai 6 di rapot semester ganjil kelas tiga SMA. Padahal teman saya yang UAS-nya lebih jelek malah dapat 7. Nah, saya kan mau daftar PMDK kedokteran, masa dikasih 6 sih?! Begitu kita-kira protes saya waktu itu. Sebenarnya saya tidak boleh mengintervensi kebijakan guru saya tapi karena merasa dirugikan terpaksa saya melakukan protes keras seperti itu. Wajah guru saya menunjukkan penyesalannya.
“Kenapa ga bilang dari dulu kalo mau PMDK? Ya sudah..Bapak tidak bisa merubah nilai rapotmu tapi bapak berjanji akan mendoakan supaya kamu dapat yang lebih baik dari itu” kata Pak Guru.
Hmm, doa saja emang ngefek? Batin saya dalam hati saat masuk kelas.
Setelah dinanti-nanti pengumumannya eh ternyata dugaan saya terbukti, saya gagal PMDK. Guru BP saya bahkan tertawa dan terkesan menghina kegagalan saya. Malu sekali ditertawakan begitu, Untung ada teman saya yang bilang kalo saya akan nyoba ikut UMPTN nanti.
Kesedihan saya semakin lengkap ketika saya gagal try out UAN di mata pelajaran Matematika. Matematika dapat nilai 3 yang artinya saya tidak lulus try out UAN. Guru Matematika saya sampai perlu melakukan pendekatan khusus ke saya, “Deya, belajar yang lebih rajin lagi ya…” kata beliau. Saya cuma ngangguk-ngangguk sambil mengiyakan. Padahal saya sudah rajin mempelajari Matematika tapi tetap saja saya ga bisa. Meski begitu, Alhamdulillah saya lulus juga UAN walaupun hanya dapat 6 di Matematika. Kalo dibalik kan bisa jadi 9…
Usaha memang tak boleh setengah-setengah. Saya tetap berambisi menjadi dokter. Kali ini saya mencoba peruntungan lewat UMPTN. Saya mengambil IPC buat jaga-jaga. Pilihan pertama dan kedua adalah FK Undip dan FK UNS. Pilihan ketiga adalah FH Undip. Saya dan sahabat saya, Bahar, naik travel dari Pekalongan ke Semarang. Di sana kami numpang di kost sepupu saya. Kostnya kecil banget, tapi kami tidur berdua di dalamnya. Kami mengikuti ujian IPA hari pertama, soalnya suusaaah banget. Nebak aja susah apalagi ngitung beneran. Akhirnya hanya secuil yang bisa saya isi dengan menghitung dan lebih banyak yang hasil tebakan. Itupun masih banyak soal yang belum terjawab. Alamat ga lulus ujian nih. Saat itu saya yakin kalo saya pasti tidak lulus ujian IPA, hahaha.
Sorenya saya dan Bahar mengalami masalah. Bahar demam cukup tinggi, meringkuk di atas tikar. Kelihatan menggigil padahal udara Semarang ketika itu ga dingin. Saya berusaha mencari apotik terdekat. Setelah tanya ke orang di jalan, saya menemukan apotik dan langsung membeli obat anti-radang. Pikir saya si Bahar kena tadang tenggorokan. Meski saya belum jadi dokter saya berani mendiagnosis penyakitnya bahkan memberi obat yang belum tentu benar, hahaha. Malam itu Bahar tidak bisa belajar karena badannya panas sekali. Dia kayak orang sakau. Bahar minta saya membacakan keras-keras soal dan jawaban UMPTN tahun lalu yang saya pelajari. Saya pun membacakannya walau ga tau dia bener-bener mendengarkan apa enggak. Tak beberapa lama saya lihat dia tampak tertidur. Ya sudahlah, istirahat saja. Maafkan saya sahabat, terpaksa saya harus berlatih sendirian demi pertempuran esok. Saya tidak bisa membantumu. Besoknya, ajaib! Bahar sudah lumayan membaik. Apa karena obat yang saya berikan ya? Hahaha hebat juga saya bisa nyembuhin orang. Kami berangkat untuk ujian hari kedua. Bahar seperti prajurit yang berperang tanpa perisai dan pedang. Dia ujian tanpa persiapan sebelumnya. Selain itu dia belum sembuh benar. Tapi saya salut karena dia masih bisa senyum dan optimis pada jawabannya. Kami merayakan selesainya ujian dengan jalan-jalan di Semarang dan bermain ke rumah teman di utara Semarang. Malamnya Bahar kembali kumat, Saya memarahinya karena dia tidak meminum obat lagi. Saya seperti dokter yang memarahi pasien yang tidak disiplin minum obat. Hmmm, Ya sudahlah, yang penting dia masih bisa ikut ujian tadi pagi…
UMPTN telah selesai, tinggal menanti hasilnya saja. Sambil menunggu saya disuruh daftar STAN. Saya dan teman saya, Panji, naik travel ke Jogja karena dahulu di Semarang bukan tempat pendaftaran. Sebenarnya kami berencana mengajak Bahar juga tapi ternyata dia terkapar di rumah sakit karena kena DBD. Oh, jadi demam tinggi kemarin bukan karena radang ya? Hehehe. Saya dimarahi ibunya karena salah mendiagnosis penyakit anaknya tapi ga marah beneran kok. Mungkin saya dikira malpraktek kali ya…
Bahar ingin ikut USM STAN tapi kondisinya masih lemah. Sekali lagi maafkan saya ya, terpaksa saya harus meninggalkanmu brother! Saya dan Panji sampai juga di Jogja. Kami numpang di rumah orang yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Orang itu namanya Imam, teman SMA mbak saya dulu. Katanya mas Imam sudah nungguin di pinggir jalan tapi karena saya belum tau sosoknya kayak apa akhirnya mobil travel harus muter 2X di komplek itu mencari orang yang lagi berdiri di jalan. Alhamdulillah saya menemukannya lagi berdiri di pojokan depan gang kecil. Kami turun dan disambut hangat olehnya, kami diajak ke warung ditawari makan tapi kami tidak lapar. Kami ditarktir teh hangat yang nikmat di malam yang cukup dingin saat itu. Selanjutnya saya dan Panji dipandu menyusuri jalan di gang yang super sempit. Hanya muat untuk satu orang saja. Lalu tibalah kami di rumah kost yang kecil. Kami tidur berdesakan di kamar. Tapi itu hanya untuk sehari. Selanjutnya kamar itu dipinjamkan hanya untuk saya dan Panji saja.
Paginya kami kesiangan karena malamnya begadang lihat final World Cup antara Italia vs Perancis. Saya sih ga nonton tapi ternyata ikut kesiangan juga. Setelah bayar uang di bank kami segera ke tempat pendaftaran. Saya dibonceng mas Imam, sementara Panji dibonceng teman mas Imam. Busyet…sampai di tempat pendaftaran ternyata antrian sudah sangat panjang. Saya dan Panji mengambil antrian paling belakang. Setelah sekian lama antri, kami pun sampai di meja panitia untuk mengambil formulir pendaftaran, tapi celaka..formulirnya habis! Berarti kami harus datang lagi besok dan mengantri lagi seperti tadi. Besok paginya Saya dan Panji bangun lebih pagi dari kemarin. Untunglah mas Imam mau meminjamkan motornya sehingga saya dan Panji bisa berangkat ke tempat pendaftaran. Saya dan Panji sarapan Indomie dulu di warung deket kost, biar ga kedinginan. Segera setelah itu saya berboncengan dengan Panji ke lokasi tujuan, saya memacu motor itu kencang-kencang. Saya tidak mau antri terlalu panjang. Motor bebek tahun 80-an itu saya gas pol, bahkan Mega Pro pun tersalip. Tapi angin yang menerpa kencang sekali dan dingin, saya tidak kuat menahan rasa dingin, takutnya ntar malah masuk angin. Motor pun saya pelankan lagi hingga Mega Pro itu bisa melewati kami. Sampai di tempat saya agak tidak percaya, ternyata antrian sudah sampai belakang kantor…
Kami antri hingga siang dan akhirnya dapat formulir USM STAN. Ya salaam, mau daftar saja susah, belum nanti ujiannya. Saya mengisi formulir itu seenaknya saja tanpa memilih jurusan. Yang penting halal, lagipula belum tentu juga diterima pikir saya. Cita-cita utama saya kan jadi dokter bukan jadi PNS Departemen keuangan. Saya dan Panji menyerahkan kembali formulir. Sore harinya baru bisa pulang karena prosesnya panjang dan berbelit-belit. Mata saya lagi sakit, merah dan pedih. Tapi Panji tidak berani memboncengkan. Akhirnya saya yang memboncengkan sambil menahan perih, mata berair kena angin dan debu Jogjakarta.
Ujian pun tiba, kali ini personel bertambah dengan ikutnya Ridwan bersama kami, Kamar kost pun diisi oleh kami bertiga. Saya mendapat tempat ujian yang berbeda dengan Ridwan dan Panji. Saya harus sendirian mencari ruangan ujian saya di SMA 3 Jogjakarta. Hari masih pagi dan ujian masih beberapa menit lagi, saya memandang keluar jendela untuk menghilangkan ketegangan, melihat lalulintas di depan SMA. Saya baru sadar kalo ini adalah tugas yang penting. Saya harus lolos agar bisa ke Jakarta, tujuan saya agar lebih dekat dengan kekasih yang sudah lebih dulu pindah ke Bekasi. Di samping itu saya juga tidak punya harapan yang besar lagi untuk menjadi dokter setelah ujian UMPTN-nya meragukan. Saya bertekad untuk ke Jakarta, saya harus bisa ke Jakarta, harus!!!
Sambil nunggu hasil UMPTN saya juga mendaftar di FK Unisula Semarang diantar bapak saya. Kami di situ dari pagi hingga sore. Saya tes dan ingin meraih rangking atas agar biaya kuliah jadi murah. Tapi ternyata nilai saya pas-pasan sehingga saya dikenai biaya kuliah kalo ga salah Rp 115 juta. Bapak saya bilang sanggup membiayai tapi harus jual rumah, motor, dan harta benda lainnya. Hahaha hanya orang gila yang mau jadi dokter tapi hidupnya kere, menggelandang di jalanan…
Pengumuman UMPTN telah keluar di koran. Koran yang harganya naik mendadak itu saya beli dan segera saya buka. Alhamdulillah saya TIDAK diterima di FK Undip maupun UNS. Tetapi saya masih diterima di FH Undip. Sebelumnya saya berencana untuk mendaftar di STIE STIKUBANK Semarang kalau UMPTN gagal. Tak masalah gagal jadi dokter, ga jadi dokter juga ga mati (pembenaran orang yang ga lulus). Alhamdulillah juga ternyata saya diterima di STAN, tidak disangka saya lolos. Akhirnya setelah berkali-kali gagal saya bisa sukses juga, setidaknya sukses bertemu kembali dengan kekasih hati. Gagal itu emang sakiiit banget, tapi kita tidak selamanya gagal.
copyright@ve08.blogspot.com "Gagal itu Sakit, Tau!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Klaim Asuransi Mobil

Download Option File PES 2011-PSP (Recommended)!

Cara Setting Email Kemenkeu 2024 (Office 365)