Pencuri yang Tidak Terlihat
Pernahkah Anda makan bersama teman di restoran? Sambil menunggu teman datang Anda melihat-lihat menu makanan yang diberikan pelayan restoran itu. Setelah 30 menit lebih mengamati gambar dan harga di menu, mencari makanan yang paling enak atau mungkin yang termurah, akhirnya Anda mendapatkan menu yang ingin dipesan, dan teman Anda pun telah tiba dan ikut memesan. Anda memanggil pelayan untuk memesan, tapi dengan tergopoh-gopoh pelayan datang dan meminta maaf karena harga makanan di restoran itu berubah, dan daftar harga direvisi. Anda menerima katalog menu yang baru dan terkaget melihat tulisan di katalog menu “harga yang tertera di katalog ini hanya berlaku untuk 30 menit ke depan!”. Mustahil sepertinya tapi itulah yang terjadi di Jerman tahun 1923. Saat itu harga makanan di restoran naik setiap 30 menit, jadi orang Jerman harus memesan makanan secepatnya, kalau pengen nambah harus pesan di awal walaupun ketika dimakan tidak hangat lagi. Pada waktu itu Jerman sedang terkena penyakit moneter yang bernama hiperinflasi!
Apa itu Inflasi?
Inflasi adalah gejala kenaikan harga-harga barang pada saat tertentu secara bersamaan. Sedangkan Hiperinflasi adalah inflasi dimana harga meningkat > 200% harga normal. Mengapa hiperinflasi bisa begitu sadisnya merampas kekayaan seseorang? Kalo kita lihat kasus yang menimpa Jerman saat itu, hiperinflasi terjadi disebabkan oleh pengeluaran pemerintah Jerman yang sangat besar untuk mengganti kerugian pihak sekutu akibat perang dunia. Jerman mencoba menutupi dengan mengenakan pajak yang tinggi bagi warganya, namun masih tidak cukup, kemudian mencoba berutang hingga mencapai limit yang membuat para kreditor tidak mau lagi meminjami karena tidak berani mengambil risiko. Akhirnya pemerintah Jerman menggunakan alternatif terakhir, mencetak sendiri uang Mark (seigniorage) sebanyak-banyaknya. Dan ternyata hal itu membuat uang beredar terlalu banyak, mata uang Mark juga turun nilainya. Hiperinflasi terjadi dimana harga barang meningkat 1 juta persen!
Kasus Hiperinflasi Ekstrem
Negara yang mengalami hiperinflasi tidak hanya Jerman, beberapa negara seperti Zimbabwe dan Indonesia pun pernah mengidap penyakit ini. Kasus di Zimbabwe cukup parah, harga sepotong roti saat ini mencapai harga 12 kendaraan baru pada 1 dasawarsa lalu. Harga telur ayam di sana adalah 6 juta! Satu pak kecil kopi produksi dalam negeri saat ini mencapai 1 juta dolar Zimbabwe. Sepuluh tahun lalu, jumlah uang sebesar itu sudah dapat digunakan untuk membeli 60 mobil baru (sumber: Kaskus.us dan Kompas.com). Apabila saat ini kita ke Zimbabwe, kita akan langsung menjadi milyuner di sana.
500 juta hanya 1 lembar
Jajanan saja harganya 10 juta sampai 60 juta???
Beli "bakso" di Zimbabwe harus bawa uang sekoper!
Indonesia pernah mengalami hiperinflasi yang parah di era presiden Soekarno tahun 1963, ketika pengeluaran pemerintah banyak ditujukan untuk membiayai proyek-proyek ambisius Bung Karno dan mengatasi pemberontakan di daerah-daerah. Tahun 1965 pemerintah memutuskan memotong nilai Rupiah menjadi 1/1000 nilai nominal semula. Tapi hal itu masih belum berhasil mengatasi hiperinflasi yang terjadi.
Pilih Naik Gaji atau Potong Gaji?
Kalo kita ditawari mau dinaikkan gaji atau potong gaji jangan langsung berpikir bahwa naik gaji pasti yang lebih baik! Kenaikan gaji yang diberikan bisa jadi sama saja dengan potong gaji. Misalnya kita diberi kenaikan gaji sebesar 5% tahun ini, padahal sudah diketahui kalau inflasi tahun ini mencapai 10% (misal), ini artinya gaji kita dipotong secara halus sebesar 5%. Seharusnya gaji kita dinaikkan sebesar 10% jika perusahaan benar-benar menaikkan gaji untuk meningkatkan daya beli karyawannya. Kenaikan gaji 5% saat kondisi inflasi 10% sama saja dengan potong gaji 5% saat kondisi inflasi 0%.
Seperti yang banyak ditulis media, setiap tahunnya pemerintah komit untuk menaikkan gaji PNS sebesar 10 %. Tapi sebetulnya, kenaikan riilnya hanyalah sebesar rata-rata 5% saja. Kita mengacu ke data inflasi tahun 2011 yang diterbitkan BI (sumber: www.bi.go.id):
Bulan Tahun
|
Tingkat Inflasi
|
September 2011
|
4.61 %
|
Agustus 2011
|
4.79 %
|
Juli 2011
|
4.61 %
|
Juni 2011
|
5.54 %
|
Mei 2011
|
5.98 %
|
April 2011
|
6.16 %
|
Maret 2011
|
6.65 %
|
Februari 2011
|
6.84 %
|
Januari 2011
|
7.02 %
|
Dari data dapat dilihat bahwa kenaikan gaji pada Januari riilnya “hanya” 2,98%, Februari meningkat sedikit menjadi 3,16%. Pada bulan September baru kenaikan cukup signifikan sebesar 5,29%. Makanya tidak heran kalo mungkin kita merasa kenaikan gaji yang diberikan tidak terlalu berdampak pada pola konsumsi kita.Taraf hidup kita masih sama. Namun demikian, tentunya kita patut bersyukur apabila perusahaan tempat kita bekerja memberi kenaikan gaji, karena itu berarti daya beli kita tidak tergerus oleh kenaikan harga/inflasi.
Apa yang Menyebabkan Inflasi?
Pada umumnya, penyebab inflasi bila dilihat dari penjelasan ilmu Makroenomi yaitu teori persamaan kuantitas: MV=PT, dimana:
M=Banyak uang beredar;
V=kecepatan uang berpindah pemilik;
P=Harga barang;
T=Jumlah transaksi yang terjadi.
Apabila uang bertambah dng sangat banyak (M) dengan asumsi V tetap, maka P atau T harus berubah. Dalam kasus inflasi, utamanya yang berubah adalah harga barang-barang (P). Harga yang meningkat membuat nilai uang yang kita miliki menjadi turun.
Inflasi menurut BI ada 2:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
o Interaksi permintaan-penawaran (termasuk peningkatan penawaran uang melalui pencetakan uang (seigniorage) yang menyebabkan uang beredar banyak-Pen).
o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Berapa Batas Depresiasi Mata Uang dan Jumlah Mata Uang Beredar yang Membahayakan?
Seperti yang dijelaskan BI di atas, salah satu penyebab inflasi adalah meningkatnya penawaran uang (mungkin bisa karena pencetakan besar-besar uang oleh pemerintah) maupun turunnya nilai mata uang terhadap uang asing (nilai tukar). Berdasarkan jurnal ekonomi yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan mengacu pada disertasi Rizky Wimanda:
“This paper investigates the impact of exchange rate depreciation and money growth to the CPI inflation in Indonesia. Using monthly data from 1980:1 to 2008:12, our econometric evidence shows that there are indeed threshold effects of money growth on inflation, but no threshold effect of exchange rate depreciation on inflation. Even though the threshold value for exchange rate depreciation is found at 8.4%, the F-test suggests that there is no significant difference between the coefficient below and that above the threshold value. While, two threshold values are found for money growth, i.e. 7.1% and 9.8%, and they are statistically different. The impact on inflation is high when money grows by up to 7.1%, it is moderate when money grows by 7.1% to 9.8%, and it is low when money grows by above 9.8%.”
Dampak dari turunnya nilai tukar pada inflasi sama saja berapapun tingkat presentasenya, sementara untuk inflasi yang disebabkan oleh uang beredar ada nilai ambang batas yang memberikan dampak yang berbeda-beda. Untuk presentase naiknya jumlah uang beredar (M) sebesar 0%- 7.1% akan memberikan dampak yang cukup besar bagi terjadinya inflasi di Indonesia. Sementara angka 7,1%-9.8% dampaknya cukup moderat. Dan di atas 9.8% memberikan dampak yang cukup kecil bagi terjadinya inflasi.
Kesimpulan
Inflasi moderat dianggap baik untuk memancing pertumbuhan ekonomi, tapi apabila inflasi menjadi Lebay alias hiperinflasi maka dapat sangat menghancurkan perekonomian suatu negara. Apabila kita amati, tabungan yang kita simpan nilainya sudah tergerus oleh inflasi. Bahkan bunga yang diberikan Bank pun masih tidak bisa mengimbangi laju inflasi. Ini berarti sudah mendapat dosa karena riba, uang kita bukannya bertambah malah berkurang! (sudah jatuh tertimpa inflasi).
Inflasi adalah masalah yang sangat serius. Pada akhirnya, kita harus waspada terhadap terjadinya inflasi, karena inflasi adalah pencuri yang tidak kelihatan.
Komentar
Posting Komentar
Komen ya! makasih kakak