Apartemen Bersubsidi/Rusunami
Rumah merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, tidak terkecuali saya. Manusia membutuhkan rumah untuk berteduh, bertempat tinggal, beranak pinak dan lain sebagainya. Saya pun menginginkan untuk memiliki rumah sendiri sehingga tidak perlu repot memikirkan penyimpanan barang-barang yang saya miliki. Hingga saat ini saya masih menyewa kamar alias nge-kost di kota Jakarta, hal itu merupakan pertimbangan tersendiri dalam membeli barang/benda yang saya inginkan. Maksudnya adalah ketika saya ingin membeli barang, misalnya televisi, maka saya harus memikirkan apakah kamar saya yang sudah sempit ini tidak tambah sempit, dan ketika saya merasa butuh AC untuk mendinginkan udara Jakarta, saya harus menambah uang sewa yang sudah dipatok besarnya tiap bulan padahal mungkin pemakaiannya jarang karena saya sering tidak pulang ke kost saat ada tugas kantor.
Berawal dari kebutuhan akan memiliki rumah sendiri, maka pada suatu hari saya melihat brosur yang ditawarkan oleh sales-bahasa kerennya Broker-apartemen bersubsidi yang ada di Jakarta. Dari harga yang ditawarkan sangat menggiurkan sekali murahnya. Terpikir saat itu harganya masih bisa dijangkau oleh penghasilan saya per bulan. Embel-embel kata “Bersubsidi” sangat menarik bagi saya karena saya membayangkan kemurahan hati pemerintah menyubsidi harga sehingga menjadi lebih murah. Oleh karenanya, saya mencoba mengunjungi tempat penjualannya di suatu bilangan Jakarta. Tempatnya sangat terjangkau karena dilewati Busway. Apartemennya dapat dilihat dari jalan raya, berdiri kokoh dan cukup menawan. Saya masuk dan bertemu broker-nya (setelah sebelumnya janjian bertemu) lalu diajak melihat rumah contoh, yang namanya rumah contoh pastinya terlihat bagus, bahkan lebih bagus daripada aslinya. Lalu saya diajak ke areal apartemen yang sudah dibangun, dan dijelaskan bla-bla-bla tentang kamar yang ditawarkan. Waktu itu saya ingin yang tipe 2 kamar tidur, ukuran 36, cukup besar untuk seseorang yang masih single. Saya pun langsung deal dan membayar uang muka satu juta rupiah (sangat PD sekali). Ketika itu saya meminta perincian biaya-biaya tambahan dan dijanjikan untuk dikirimkan lewat fax beberapa hari kemudian. Belakangan biaya yang dijelaskan ternyata belum detail dan tidak mencakup biaya lain-lain semisal BPHTB, biaya akad kredit dan sejenisnya.
Saya pun akhirnya menjadi ragu, apalagi setelah searching di Google mengenai Apartemen Bersubsidi, saya temukan beberapa masalah yang menimpa pembeli unit apartemen. Pada suatu hari saya membaca iklan properti di sebuah situs, dalam iklan tersebut ditawarkan over credit satu unit kamar apartemen yang lokasinya dekat sekali dengan tempat kerja saya. Singkat cerita saya menghubungi penjualnya namun saya tidak membelinya melainkan malah mendengarkan keluhannya mengenai apartemen yang ia beli. Beliau rupanya agak menyesal telah membayar DP dan cicilan karena unit yang dijanjikan belum selesai di bangun hingga saat tulisan ini di buat. Namun karena sudah kepalang tanggung dan rupanya tidak ada yang berminat membeli unitnya, ia pun pasrah menanti pembangunan apartemennya.
Pada akhirnya, saya membatalkan pembelian unit yang telah saya pesan sebelumnya dengan merelakan uang DP sebesar Rp 1 juta. Dengan pengalaman yang pahit ini saya ingin memberikan semacam saran atau peringatan pada siapa saja yang ingin membeli apartemen bersubsidi atau rusunami agar tidak mengalami hal yang tidak mengenakkan. Saran saya untuk para pembaca yang ingin membeli apartemen (khususnya yang bersubsidi) adalah:
1. Hati-hati dengan kata Subsidi yang ditawarkan. Subsidi yang diberikan ternyata hanya dalam bentuk pajaknya saja, sementara biaya lainnya sesuai dengan kualitas bangunan yang bisa dibilang “low quality”
2. Belakangan muncul wacana bahwa pemerintah akan membatalkan subsidi yang diberikan karena suatu alasan (berita di kompas.com), namun semoga saja itu hanya suatu wacana semata.
3. Jangan mengira bahwa apartemen bersubsidi itu murah, sama sekali tidak bisa dibilang demikian. Mengapa? Beberapa biaya tidak dicantumkan dalam brosur penjualan, misalnya biaya “View”, beberapa pengembang menambahkan biaya untuk view tertentu, suatu view yang bagus (menurut pengembang) bahkan bisa dikenai biaya hingga sekitar Rp. 30 juta, misalnya Anda ingin view kamar menghadap ke kolam renang.
4. Pembeli unit apartemen tidak mendapat kedudukan yang adil dalam perjanjian dengan pengembang, khususnya dalam hal apabila ada keterlambatan pemenuhan prestasi. Misalnya nih ketika saya telat membayar cicilan, maka saya PASTI akan dikenai denda. Sementara ketika pengembang telat menyelesaikan pembangunan unit sesuai janjinya, tidak ada sanksi/denda yang untuk mereka.
5. Perlu sangat dipertimbangkan mengenai biaya “After Living”, seperti biaya listrik, air, pemeliharaan, dan sebagainya. Hal ini karena yang menentukan tarifnya bukan dari PLN untuk listrik, atau PAM untuk air, tapi yang menentukan adalah pengembangnya sendiri. Sehingga, tarif yang dipatok biasanya lebih tinggi dari tarif pada umumnya.
6. Kualitas bangunan pun perlu diperhatikan, karena saat saya amati tampak kurang baik. Memang hal ini wajar mengingat apartemen bersubsidi adalah apartemen yang dibangun dengan biaya relatif rendah, dan target pasarnya adalah menengah ke bawah. Tapi sebetulnya, dengan harga yang sama kita bisa mendapatkan rumah biasa yang kualitasnya lebih bagus dan ukurannya lebih luas.
7. Poin terakhir yang cukup mengerikan adalah beberapa apartemen ternyata ada yang ijin pembangunannya belum beres, seperti yang terjadi pada apartemen kenalan saya.
Dari beberapa poin di atas, dapat disimpulkan bahwa apartemen bersubsidi adalah proyek yang kurang direncanakan dengan matang oleh pemerintah. Saya tidak tahu mengapa pemerintah sepertinya kurang mengawasi pembangunan apartemen bersubsidi, terkesan dibiarkan begitu saja berjalan. Padahal saat ini sudah makin menjamur penjualan apartemen dengan tema semacam itu, khususnya di Ibukota Jakarta, beberapa diantaranya membawa-bawa nama pemerintah dalam memasarkan produknya, misalnya diberitahukan bahwa apartemen X diresmikan oleh pemerintah. Dikhawatirkan bila tidak diawasi dengan ketat akan menimbulkan kerugian bagi warga negara yang membeli.
Komentar
Posting Komentar
Komen ya! makasih kakak